Senin, 17 Januari 2011

sistem ekskresi


Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, NH3, zat warna empedu serta  asam urat yang melibatkan alat ekskresi yang terdiri dari ginjal, kulit, hati dan paru-paru. Setiap alat ekskresi tersebut berfungsi mengeluarkan zat sisa metabolisme yang berbeda, kecuali air yang dapat disekresikan melalui semua alat ekskresi. 
1.      Warna, normal urine berwarna kekuning-kuningan. Obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit. Pada data diatas didapat hasil normal karena warna urine praktikan kekuning- kuningan.
2.      Bau, Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu. Pada hasil yang didapat pada urine praktikan juga normal.
3.      Volume, adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml. Normal berat jenis : 1010 – 1025 ml. Volume yang dihasilkan berbeda-beda ada yang 100 ml hingga 200 ml, itu disebabkana karena jumlah air yang diminum, apabila air yang diminum banyak, konsentrasi protein darah menurun dan konsentrasi air meningkat, karena ada tekanan koloid protein menurun, sehingga tekanan filtrasinya kurang efektif. Akibatnya air yang diserap berkurang. Hasilnya urine yang diproduksi menigkat.
4.      Kejernihan, normal urine terang dan transparan. Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus.
5.      pH, normal pH urine sedikit asam (4,5 - 7,5). Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri. Vegetarian urinnnya sedikit alkali.
Kandungan urin normal mengandung sekitar 96% air dan 4%  benda – benda padat yang meliputi 2% urea dan 2% metabolik lain. Hasil metabolik lain tersebut antara lain zat warna empedu yang berperan member warna kuning pada urine, garam-garam mineral seperti natrium dan kalium klorida, serta zat-zat yang berlebihan dalam darah seperti vitamin B dan C. Volume urine manusia hanya 1% dari filtrate glomerolus, artinya 99% filtrate glomerolus akan diserap kembali. Setiap harinya, jumlah air yang diserap kembali 178 liter, garam 1200 gram, dan glukosa 150 gram.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine, yaitu yang pertama adalah Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garm, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asm amino dan garam-garam. Yang kedua adalah Reabsorbsi (penyerapan kembali), dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi. Dan yang terakir adalah augmentasi (penambahan) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis. Dari kedua ginjal, urine dialirkan oleh pembuluh ureter ke kandung urine (vesika urinaria) kemudian melalui uretra, urine dikeluarkan dari tubuh.
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi produksi urine itu sendiri adalah :
1.      Hormon Antidiuretik (ADH), apabila konsentrasi air di dalam darah turun, maka ADH disekresikan dan dialirkan kedalam ginjal bersama darah. Akibatnya permeabilitas dinding tubulus distal dan saluran pengumpul terhadap air masuk, diserap kembali, akibatnya urine yang terbentuk sedikit, sebaliknya jika konsntrasi air didalam darah tinggi, maka sekresi ADH berkurang, sehingga produksi urine meningkat.
2.      Jumlah Air yang diminum, Apabila jumlah air yang diminum banyak, konsentrasi protein dalam darah menurun dan konsentrasi air meningkat. Karena itu tekanan koloid protein menurun, sehingga tekanan filtrasi menjadi kurang efektif. Akibatnya air yang diserap berkurang. Hasilnya urine yang diproduksi meningkat.
3.      Konsentrasi Hormon insulin, Apabila konsentrasi hormone insulin rendah, maka kadar gula dalam darah tinggi dan akan dikeluarkan melalui tubulus distal. Keberadaan zat gula tersebut akan mengganggu proses penyerapan kembali air didalam tubulus distal, karena konsentrasi gula menngkat. Akibatnya orang yang bersangkutan akan sering mengeluarkan urine.

Biologi Kehidupan Ikan Tuna


A.    Klasifikasi Ikan Tuna
Phylum                  : Chordata
Sub phylum           : Vertebrata
Classis                   : Teleostei
Sub Classis            : Actinopterygii
Ordo                      : Perciformes
Sub Ordo              : Scombroidae
Genus                    : Thunnus
Species                  : Thunnus alalunga (Pacific Albacore)
                                Thunnus albacores (Yellowfin Tuna)
                                Thunnus macoyii (Southern Bluefin Tuna)
                                Thunnus obesus (Big Eye Tuna)
                                Thunnus tongkol (Longtail Tuna)

B.     Ciri – Ciri Umum Ikan Tuna
Ikan tuna merupakan keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu, memiliki dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari – jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari – jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik – sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap.
Ikan tuna merupakan jenis ikan perenang cepat dan selalu bergerombol bersama ikan sejenisnya. Jenis ikan ini senang melakukan perjalanan jauh secara bersama – sama, misalnya ribuan ikan tuna sirip biru selatan (southern blue fin tuna) bisa berpindah dari Samudera Hindia ke sebelah barat Benua Australia hingga Samudera Selatan dekat Kutub. Jarak ribuan kilometer itu ditempuh dengan kecepatan tinggi sehingga jenis ikan pelagis ini tergolong sulit ditangkap.

C.    Macam – Macam Ikan Tuna
1.      Thunnus alalunga (Pacific Albacore)
            Ikan albacore tuna di laut utara pasifik, ikan ini suka hidup pada kisaran suhu 18.5 – 21.5 oC, dan tingkat klorofil-a 0.3 mg/m3. Memiliki beberapa nama seperti Pasifik albacore, tombo dan “tuna putih”, tersebar luas pada perairan hangat dunia di utara Pasifik dan Kepulauan Hawaii. Mereka mempunyai daging yang agak kemerahan, namun sebagian besar dagingnya berwarna agak putih seperti susu semisal ayam saat dimasak. Umumnya ikan ini dimanfaatkan untuk ikan kaleng tuna putih. Akhir-akhir ini ukuran tuna yang tertangkap lebih kecil, dan ditangkap pada pasang tinggi, pada suhu perairan dingin. Daging tuna ini dijual di restoran-restoran sushi Jepang dan dikenal dengan nama bintoro.
2.      Thunnus albacores (Yellowfin Tuna)
            Ciri - ciri fisik, tubuh yang berukuran besar, berbentuk fusiform (torpedo), sedikit kompres dari sisi ke sisi. Jari-jari insang 26-34 pada lengkuangan pertama. Memiliki dua sirip dorsal/punggung, sirip depan biasanya pendek dan terpisah oleh celah yang kecil dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) 8-10 finlet dibelakang sirip punggung dan sirip anal 7-10 finlets. Memiliki sisip pelvik yang kecil. Pada spesimen yang berukuran besar memiliki sirip dorsal kedua dan sirip anal yang sangat panjang, mencapai lebih dari 20% panjang cagak; sirip pektoralnya cukup panjang, biasanya lebih dari panjang sirip dorsal kedua biasanya 22-31% dari panjang fork. Sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural. Sirip ekornya berbentuk sangat ramping dan terdiri dari 3 keel. Tubuhnya tertutup oleh sisik yang sangat kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya. Sisik berukuran besar kadang berkembang namun jarang nampak. Tanda sisik yang berukuran besar membentuk semacam lingkaran disekeliling tubuh pada bagian belakang kepala, dan kemudian berkurang di bagian belakang sirip dorsal kedua. Ikan ekor kuning berwarna biru tua gelap pada sisi belakang dan diatas tubuhnya dengan perut kuning atau silver. Sirip dorsal, sirip anal dan jari-jari sirip tambahan berwarna kuning menyala. Memiliki permukaan ventral hati yang cukup halus. Ikan ekor kuning matanya kecil dan memiliki gigi berbentuk kerucut. Kantung renang terdapat pada jenis tuna ini.          
            Ikan ekor kuning adalah anggota dari albacore, bonito, makarel, dan tuna. Jenis-jenis ikan tuna agak susah untuk dibedakan spesiesnya. Blackeye, blackfin, albacore, dan ekor kuning memiliki bentuk yang mirip dan sering ditangkap bersama-sama. Karakteristik yang membedakan ikan ekor kuning dari spesies yang lain adalah sirip anal dan dorsal yang memanjang pada ukuran ikan yang besar. Ikan ekor kuning merupakan ikan kedua terbesar dari spesies tuna yang ada. Ikan ekor kuning dapat mencapai total panjang 2,80 meter dan berat maksimum 400 kg sehingga sangat populer. Umumnya memiliki panjang cagak 150 cm. Rata-rata umur ikan adalah 8 tahun. Tuna termasuk perenang cepat dengan kecepatan mencapai 80 km/jam dan terkuat di antara ikan-ikan yang berangka tulang. Mereka mampu membengkokan siripnya lalu meluruskan tubuhnya untuk berenang cepat. Ikan ini memakan ikan kecil, krustacea, pelagik dan epipelagik moluska. Ikan ekor kuning adalah makanan laut di seluruh dunia dan ancaman overfishing. Ikan ini enak untuk dimakan. Ikan ekor kuning merupakan ikan komersial terpenting kedua dari beberapa jenis tuna. Kapasitas maksimum isi perut pada ikan ekor kuning dapat mencapai 7% dari berat tubuhnya. Ikan tuna setiap harinya dapat mencerna makanannya 15% dari berat tubuhnya. Ikan tuna yang mendiami daerah pantai biasanya memakan gerombolan ikan hidup (anchovies, sardines). Ikan ekor kuning yang dewasa dapat bersifat kanibal.
3.      Thunnus macoyii (Southern Bluefin Tuna)
            Ikan ini menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya untuk bermigrasi antara dalamnya lautan Pasifik dan wilayah perairan air hangat laut mediteranian dimana ia meletakkan telurnya: itulah red tuna Mediteranian (Thunnus thynnus). Penghuni lautan ini merupakan famili dari Scombridae, sama seperti longfin tuna (Thunnus alalunga) dan yellowfin tuna (Thunnus albacares). Nama red tuna berasal dari karakteristik warna daging, sementara sirip belakangnya nampak berwarna biru, oleh karenanya disebut bluefin tuna. Bluefin tuna adalah salah satu bonefish terbesar yang ada; kenyataan, ukurannya bisa mencapai panjang tiga meter, dan beratnya mencapai hampir 700 kg. Bentuknya yang kerucut dan ramping, dengan struktur otot yang kuat, layak jika ikan ini memiliki kemampuan luar biasa dalam bermigrasi antar samudera , bahkan hingga beberapa mil. Tuna ini mampu menjaga temperatur tubuhnya lebih tinggi daripada air. Dilaporkan memiliki fenomena endotermis sama seperti mamalia dan dengan alasan tersebut tuna ini digambarkan mirip mamalia. Meskipun demikian temperatur tubuh ikan ini tidak konstan, sama seperti pada mamalia, yaitu bervariasi antara 4 derajat C sampai maksimum 20 derajat C.
            Di Jepang dikenal sebagai “Indian tuna”, ikan ini mirip dengan bluefin tuna hanya sedikit lebih kecil. Yang paling besar dapat mencapai panjan 2 meter dan berat kurang dari 200 kg. Wilayah sebarannya meliputi belahan dunia selatan yang bisa ditangkap di wilayah perairan sekitar Australia, Selandia Baru dan Afrika Selatan. Australia mengekspor sekitar 8000 ton ke jepang. Telah dibudidayakan di daerah selatan Australia, tepatnya di Port Lincoln. Kualitas dagingnya mirip dengan bluefin tuna dan seperti halnya bluefin tuna, dagingnya dimanfaatkan sebagai sushi dan sashimi bernilai tinggi.
4.      Thunnus obesus (Big Eye Tuna)
            Wilayah sebarannya cukup luas yang tersebar mulai dari daerah tropis hingga ke daerah beriklim empat kecuali laut mediteranian.  Disebut ikan tuna mata besar sebab memiliki ukuran  mata yang besar. Mereka bermigrasi musiman pada daerah selatan, samudera pasifik ,lautan hindia dan utara , Lautan Atlantik untuk mencari makanan dan memijah. Ia lebih kecil dari bluefin tuna.  Jumlah hasil tangkapan adalah yang terbanyak dibanding jenis ikan tuna lainnya.  Karena jumlahnya yang banyak, harga ikan ini lebih murah dibanding bluefin tuna. Ukuran panjang tuna mata besar berkisar antara 20 - 37 inchi dan dapat hidup panjang lebih dari 9 tahun.  Mereka dapat memijah sepanjang tahun dalam gerombolannya dengan menghasilkan telur pada induk betina berkisar antara 3 - 6 juta telur.  Ikan ini biasa makan pada malam hari dari jenis ikan (mackerel),  cumi-cumi, udang yang ada dipermukaan hingga kedalaman 500 kaki.
5.      Thunnus tongkol (Longtail Tuna)
            Ikan tongkol masih tergolong pada ikan Scombridae, bentuk tubuh seperti cerutu, dengan kulit yang licin .Sirip dada melengkung, ujngnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol merupakan perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut berenang cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet.
            Ikan tongkol yang tergolong famili scombroidae, jika dibiarkan pada suhu kamar, maka segera akan terjadi proses penurunan mutu, menjadi tidak segar lagi dan jika ikan tongkol ini dikonsumsi akan menimbulkan keracunan. Keracunan ini disebabkan oleh kontaminasi bakteri pathogen seperti Escherichia coli, Salmonella, Vibrio cholerae, Enterobacteriacea dan lain-lain. Salah satu jenis keracunan yang sering terjadi pada ikan tongkol adalah keracunan histamin (scombroid fish poisoning) karena ikan jenis ini mengandung asam amino histidin yang dikontaminasi oleh bakteri dengan mengeluarkan enzim histidin dekarboksilase sehingga menghasilkan histamin. Bakteri  ini banyak terdapat pada anggota tubuh manusia yang tidak higienis, kotoran/tinja, isi perut ikan serta peralatan yang tidak bersih.
6.      Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
            Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae, species Katsuwonus pelamis. Collete (1983) menjelaskan ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakes) berjumlah 53- 63 pada helai pertama. Ikan cakalang mempunyai dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip ini berfungsi untuk mengatur pergerakan ikan ke arah kiri dan kanan ketika bergerak maju. Pengaturan arah dari sirip ini lebih dominan dibandingkan dengan sirip anal.Terdapat dua sirip dada yang pendek. Sirip dada tidak memiliki fungsi yang cukup penting dalam pergerakan ikan. Sirip ini biasanya digunakan ikan ketika bergerak maju ke arah depan secara pelan atau lambat. Ikan cakalang mempunyai dua sirip perut, dan memiliki ukuran yang pendek. Sirip ini biasanya digunakan ikan cakalang ketika hendak berhenti sejenak. Sirip ini membantu ikan untuk bertahan pada posisinya sehingga tidak tenggelam. Sirip anal pada ikan cakalang diikuti dengan 7-8 finlet. Sirip anal terdapat dibagian bawah tubuh yang berdekatan dengan sirip kaudal. Ukuran sisip ini menyerupai sirip punggung kedua. Seperti layaknya sirip dorsal, sirip anal berfungsi untuk mengatur pergerakan ikan ke arah kiri dan kanan. Namun pengaruhnya terhadap pengaturan arah gerekan ikan lebih sedikit daripada sirip punggung. Sirip kaudal terletak di bagian paling belakang tubuh ikan cukup tebal dibandingkan dengan sirip lainnya. Bentuknya menyerupai bulan sabit. Fungsi dari sirip ini adalah membantu ikan bergerak cepat ketika mereka mengejar makanan. Ketika bergerak maju sirip ini diayunkan ikan ke sisi kiri dan kanan untuk mendorong air ke belakang. Sirip ini juga mengatur pergerakan ikan ketika mau memutar arah atau membelok tubuhnya. Sirip ini sangat penting dalam mengatur pergerakan dan kecepatan ikan bergerak
            Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) atau Skipjack tuna banyak ditemukan di perairan Laut Banda dan Laut Flores. Ciri-ciri ikan cakalan ini badan seperti terpedo gemuk dan padat. Terdapat Sirip tambahan sebanyak 8 buah dibelakang sirip punggung dan 7 buah dibelakang sirip dubur. Tidak terdapat sisik kecuali sekitar kepala dan sekitar dada. Warna punggung gelap biru keungu-unguan sedang bagian bawah keperakan. Panjang dapat mencapai 90 CM dan biasanya 40 – 60 cm.

D.    Pemanfaatan Ikan Tuna
Ikan tuna bagi Indonesia merupakan komoditas ekspor terbesar kedua setelah udang. Dari nilai ekspor sebesar 2 miliar dollar AS per tahun, 20 persen disumbang dari ikan tuna. Ekspor tuna total dari Indonesia mencapai 200.000 ton per tahun.
Ikan tuna banyak digemari dan dikonsumsi masyarakat karena memiliki banyak kelebihan dan keunggulan. Diantaranya adalah tekstur daging yang padat, halus dan rasanya enak, juga memiliki nilai gizi yang cukup tinggi.
Berikut nilai gizi ikan tuna per 100 gram porsi makanan:

Nutrisi
Air, 70.58 g
Energi, 103 kcal
Energi, 431 kj
Protein, 22 g
Total lemak, 1.01 g
Karbohirat, 0 g
Serat, 0 g
Ampas, 1.3 g
Mineral
Kalsium, Ca, 29 mg
Besi, Fe, 1.25 mg
Magnesium, Mg, 34 mg
Phospor, P, 222 mg
Potassium, K, 407 mg
Sodium, Na, 37 mg
Seng, Zn, 0.82 mg
Tembaga, Cu, 0.086 mg
Mangan, Mn, 0.015 mg
Selenium, Se, 36.5 mg
Vitamin
Vitamin C, asam ascorbic, 1 mg
Thiamin, 0.033 mg
Riboflavin, 0.1 mg
Niacin, 15.4 mg
Asam Pantothenic, 0.42 mg
Vitamin B-6, 0.85 mg
Folate, 9 mcg
Vitamin B-12, 1.9 mcg
Vitamin A, 52 IU
Vitamin A, RE, 16 mcg_RE
Lemak
Asam lemak jenuh, saturated, 0.328 g
14:0, 0.04 g
16:0, 0.233 g
18:0, 0.055 g
Asam lemak tak jenuh, monounsaturated, 0.19 g
16:1, 0.036 g
18:1, 0.131 g
20:1, 0.017 g
22:1, 0.006 g
Asam lemak tak jenuh, polyunsaturated, 0.315 g
18:2, 0.016 g
18:4, 0.004 g
20:4, 0.026 g
20:5, 0.071 g
22:5, 0.013 g
22:6, 0.185 g
Kolesterol, 47 mg
Asam Amino
Tryptophan, 0.246 g
Threonine, 0.964 g
Isoleucine, 1.014 g
Leucine, 1.788 g
Lysine, 2.02 g
Methionine, 0.651 g
Cystine, 0.236 g
Phenylalanine, 0.859 g
Tyrosine, 0.743 g
Valine, 1.133 g
Arginine, 1.316 g
Histidine, 0.648 g
Alanine, 1.331 g
Asam Aspartic, 2.253 g
Asam Glutamic, 3.284 g
Glycine, 1.056 g
Proline, 0.778 g
Serine, 0.898 g
E.     Budidaya Ikan Tuna
Tuna adalah jenis ikan yang senang melanglang buana. Secara bergerombol, ribuan ikan tuna sirip biru selatan (southern blue fin tuna), misalnya, bisa berpindah dari Samudera Hindia ke sebelah barat Benua Australia hingga Samudera Selatan dekat Kutub. Jarak ribuan kilometer itu ditempuh dengan kecepatan tinggi sehingga jenis ikan pelagis ini tergolong sulit ditangkap. Untuk menaklukkannya, mereka mengembangkan berbagai jenis alat tangkap dari yang sederhana hingga modern dengan daya tangkap yang intensif. Tak heran dalam beberapa tahun terakhir dilaporkan telah terjadi penurunan jumlah tangkapan ikan penjelajah itu.
Menurut Sam Simorangkir, Ketua I Asosiasi Tuna Indonesia, menurunnya hasil tangkapan ikan tuna di dunia telah terlihat sejak tiga tahun terakhir, yaitu dari produksi 3,9 juta ton pada tahun 1999 menjadi 3,6 juta ton tahun 2002. Selain jumlah, ia pun menyebut adanya kecenderungan penurunan berat per ekor dalam seperempat abad terakhir ini, yaitu dari 37 kilogram (kg) rata-rata per ekor pada tahun 1973 menjadi 26 kg pada tahun 1999. Hal tersebut menunjukkan menurunnya populasi tuna karena penangkapan berlebih dan berkurangnya ketersediaan serta kualitas sumber pakannya. Populasi tuna di alam yang terus menurun itu belum juga mendorong upaya pengurangan kegiatan penangkapannya. Akibatnya, ikan tuna kini terancam populasinya di muka Bumi. Dalam pertemuan Convention on International Trade in Endangered Species on Wild Fauna And Flora (CITES) pada tahun 1992, telah dinyatakan bahwa ikan tuna sirip biru yang banyak ditangkap di Samudera Pasifik merupakan spesies yang nyaris punah. Melihat kecenderungan itu, Jepang sebagai konsumen terbesar dari semua jenis ikan tuna menjadi khawatir. Karena itu, bangsa penggemar ikan ini merintis upaya budidaya tuna sebagai upaya mengurangi eksploitasi ikan tuna di laut. Mereka mengembangkan teknik budidaya tuna jenis sirip biru utara (northern blue fin tuna). Dengan keberhasilan itu, Jepang menjadi negara pertama yang membudidayakan ikan pelagis ini dari mulai tahap pemijahan.
Saat ini, budidaya yang dilakukan masih terbatas pada upaya pembesaran, yaitu menangkap anak tuna kemudian dibesarkan di jaring terapung di laut, seperti yang dilakukan Australia. Anak ikan tuna sirip biru yang beratnya 1 kg hingga 5 kg akan dipelihara hingga 2 tahun untuk mencapai berat yang layak dipasarkan. Produksi ternak tuna dari negeri kanguru ini mencapai 7.500 ton tahun lalu. Selain Australia, beberapa negara Mediterania (seperti Spanyol, Italia, Maroko, Portugis, Malta, Kroasia, dan Turki), Meksiko, dan Jepang telah melakukan upaya pembesaran ikan tuna. Dari negara Mediterania dihasilkan 11.300 ton tuna sirip biru, sedangkan Jepang 3.000 ton tuna jenis yang sama. Namun, untuk membesarkan tuna, masing-masing negara menerapkan periode pembesaran dan ukuran tuna tangkapan yang berbeda. Jepang membesarkan tuna mulai dari ukuran 100 gram hingga 500 gram selama dua hingga tiga tahun, sedangkan kelompok negara Mediterania, tuna dipelihara selama 6 bulan saja, namun berat tuna yang ditangkap dari alam bobotnya 50-200 kg.
Jepang kini telah selangkah lebih maju dengan melakukan pemijahan. Tidak cukup memijah tuna sirip biru, peneliti tuna dari Negeri Matahari terbit ini menyeberang ke Benua Amerika, menjalin kerja sama dengan Panama yang menjadi eksportir tuna terbesar dari Amerika Latin. Program budidaya tuna jenis albacore di Panama sudah dilakukan delapan tahun lalu. Budidaya itu kini juga sudah sampai tahap pemijahan hingga pembesaran. Namun, pembenihan ikan tuna yang dilakukan sejak tahun 1997 hingga saat ini masih dalam skala laboratorium. Perhatian Jepang kini beralih ke Indonesia sebagai negara pemasok ikan tuna terbesar ke Jepang. Jepang memang merupakan importir tuna terbesar dari Indonesia. Pada kurun waktu dari Januari hingga Juni 2002 Jepang mengimpor 31.578 ton tuna dari seluruh dunia, sebanyak 9.455 ton di antaranya berasal dari Indonesia. Karena itu, Jepang menganggap kerja sama riset tuna dengan Indonesia merupakan hal penting, seperti yang dikemukakan Presiden Overseas Fishery Cooperation Foundation (OFCF) Junji Kawai saat meresmikan fasilitas riset pembenihan dan pembudidayaan ikan tuna di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Gondol, Kabupaten Buleleng, Bali, Selasa (22/4) lalu. Riset pembenihan dan pembudidayaan ikan tuna di Gondol, Bali, diharapkan dapat mengurangi penangkapan ikan tuna di perairan Indonesia. Diketahui, Indonesia termasuk negara dengan jenis tuna terbanyak. Ada enam jenis ikan tuna yang dijumpai di perairan Indonesia, yaitu tuna mata besar (big-eye), tuna sirip biru selatan, tuna sirip kuning (yellow fin tuna), albacore, dan tuna ekor panjang (longtail).
Riset tuna di Gondol, Bali, diawali dengan menangkap induk tuna di laut. Saat ini baru tertangkap 5 induk tuna yang telah dipelihara di bak atau kolam khusus. Kemudian akan dilakukan riset pembiakan dari telur menjadi gonad. Tahap berikutnya adalah riset pakannya agar berprotein namun tidak membuatnya gemuk sehingga sesuai dengan pakan alaminya. Pada tahap terakhir riset yang direncanakan selama tiga tahun ini adalah riset penyakit dan obatnya. Dalam pelaksanaan budidaya tuna, ada beberapa tingkat kesulitan, antara lain pada penangkapan induk tuna di alam. Karena kegesitan gerak ikan ini diperlukan kapal berkecepatan tinggi. Penangkapannya dengan pancing juga harus diatur agar tidak membuat bakal induk tuna itu mati karena luka atau kekurangan air selama dalam penyimpanan di kapal. Tuna yang biasa bergerak lincah ini bila dipelihara di kolam akan mengalami peningkatan pesat bobot tubuhnya. Tuna sirip kuning yang diteliti beratnya saat ditangkap 4 kg. Namun, setelah dipelihara selama dua tahun dalam jaring apung di laut bisa menjadi 80 kg. Namun, bila dipelihara di kolam, ikan ini akan kurang bergerak sehingga kandungan lemaknya akan naik cepat dari sekitar 0,1 hingga 0,5 persen berat tubuhnya menjadi 10 hingga 20 persen dalam waktu dua bulan.
Budidaya tuna sebenarnya telah mulai dirintis lima tahun lalu oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan mengembangkan sistem jaring apung di laut, seperti yang dilakukan Australia. Di negara benua ini, tuna berukuran kecil ditangkap dari alam dengan towing cage kemudian dipindahkan ke sangkar jaring di tepi pantai. Tuna dipelihara sampai mencapai ukuran ekonomis tertentu, baru dijual. Tujuan dari uji coba budidaya tuna yang dilakukan di Pulau Seram, Ambon, itu untuk meningkatkan perekonomian nelayan di Kawasan Timur Indonesia. Diketahui, Indonesia termasuk 10 besar negara pengekspor tuna, namun tuna Indonesia dihargai rendah karena kualitas hasil tangkapannya rendah. Sistem penampungan sementara di jaring terapung atau kolam khusus dekat pantai dapat mengatasi masalah itu. Pada program budidaya tuna BPPT beberapa tahun lalu, sempat dijalin kerja sama dengan Latoka Mina Raya untuk melakukan riset bersama dan mengkaji kelayakannya dari berbagai sudut, termasuk segi ekonomisnya. Dalam hal ini diusulkan kegiatan ini masuk dalam program Riset Unggulan Kemitraan. Program itu sayangnya berhenti sampai tahap awal karena kendala pendanaannya. Menurut dia, upaya penangkapan ikan tuna muda untuk budidaya bisa dilakukan dengan dua tujuan, untuk pembesaran semata lalu dipasarkan dan mencari induk untuk tujuan pemijahan. Namun, budidaya untuk tujuan pembesaran di jaring apung ini memerlukan biaya yang mahal. Apalagi pemeliharaannya di kolam memerlukan sistem sirkulasi dan pengaturan kondisi lingkungan kolam yang sesuai dengan habitat ikan tuna tersebut.

Selasa, 11 Januari 2011

PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL NANAS (Pineapple) TERHADAP KECEPATAN PROSES FERMENTASI TEMPE KEDELAI


A.    Judul Penelitian
Penambahan Ekstrak Bonggol Nanas (Pineapple) Terhadap Kecepatan Proses Fermentasi Tempe Kedelai.

B.     Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Di antara sumber daya tersebut antara lain adalah bahan pangan yang dihasilkan dan diolah melalui kegiatan industri, baik industri kecil maupun besar. Hasil industri masyarakat Indonesia yang sudah terkenal dan digunakan untuk konsumsi adalah tempe. Tempe merupakan makanan yang umumnya dibuat dari bahan kedelai dan diolah melalui proses fermentasi. Tempe ini dalam prosses fermentasinya mengggunakan “kapang Rhizopus” atau ragi tempe yang mudah didapatkan dimana-mana. Proses pembuatan tempe ini relative mudah dan tidak membutuhkan waktu maupun biaya yang banyak.
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, AS, dan Indonesia sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe.
Tempe memiliki berbagai macam khasiat dan kegunaan yang sangat menonjol dan penting. Khasiat dan kegunaan tersebut antara lain adalah tempe mampu menangkal radikal bebas di dalam tubuh dan penyakit degeneratif, mengandung zat anti bakteri, penurun kolesterol darah, hipertensi, dan lainnya. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa tempe memiliki berbagai keuntungan dibandingkan kedelai. Tempe terbukti lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan gizinya dari pada kedelai. Pengolahan kedelai menjadi tempe telah menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi(kembung perut).
Nanas juga merupakan buah yang sangat familiar bagi masyarakat Indonesia. Buah ini banyak dimanfaatkan, baik di tingkat industri maupun rumah tangga. Di bidang industri, nanas digunakan dalam pembuatan sirup, essence minuman fermentasi, selai dan keripik. Sementara, di tingkat rumah tangga, buah ini biasanya dipakai sebagai hidangan penutup dan rujak.
Buah asal Brazilia ini memang kaya vitamin A dan C, selain itu juga masih mengandung berbagai zat penting yang dibutuhkan tubuh seperti  glukosa, protein, zat besi, fosfor, dan serat. Enzim bromelain dalam nanas berkhasiat untuk antiradang, membantu pencernaan di lambung, menghambat pertumbuhan sel kanker dan mencegah penggumpalan darah.  Karenanya, tak mengherankan bila banyak kalangan yang mengkonsumsinya.
Selama ini, pemanfaatan nanas terbatas pada daging buahnya saja, sementara kulit dan bonggolnya dibuang. Padahal, kulit dan bonggol nanas tersebut masih memiliki manfaat. Salah satu manfaat tersebut adalah kemampuannya untuk mempercepat proses fermentasi tempe.
Dalam penelitian ini, kami mencoba mengkombinasikan penggunaan ekstrak bonggol nanas dalam proses fermentasi tempe dan mencari perbandingan yang tepat agar dihasilkan tempe dengan kualitas lebih baik.
C.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah hubungan penambahan ekstrak bonggol nanas terhadap kecepatan fermentasi tempe?
2.      Bagaimanakah kualitas tempe dengan penambahan ekstrak bonggol nanas?
3.      Bagaimanakah rasa tempe dengan penambahan ekstrak bonggol nanas?

D.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui hubungan penambahan ekstrak bonggol nanas terhadap kecepatan fermentasi tempe.
2.      Untuk mengetahiu kualitas tempe dengan penambahan ekstrak bonggol nanas.
3.      Untuk mengetahui rasa tempe dengan penambahan ekstrak bonggol nanas.

E.     Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat membuktikan  kepada masyarakat bahwa ekstrak bonggol nanas memiliki pengaruh terhadap kecepatan fermentasi tempe. Selain itu diharapkan juga masyarakat mampu mengaplikasikan penggunaan limbah nanas ini sebagai bahan tambahan yang masih berguna.

F.     Kegunaan
Bagi peneliti, diketahuinya manfaat ekstrak bonggol nanas dalam proses fermentasi ini akan mendorong untuk mengembangkan produk hasil pemanfaatan ekstrak bonggol nanas tersebut. Bagi masyarakat, dapat memperoleh pengetahuan tentang kegunaan ekstrak bonggol nanas dan cara pemanfaatannya guna meningkatkan mutu produk hasil olahannya.

G. Tinjauan Pustaka
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.
Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endospperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapai ada pula yang bundar atau bulat agak pipih. Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100 – 250 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman (Anonim,1995).
Tanaman nanas menurut Tjitrosoepomo(1988) merupakan tanaman yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Divisio             : Spermatophyta
Subdivisio       : Angiospermae
Classis             : Bromeliales
Familia            : Bromeliaceae
Genus              : Ananas
Species            : Ananas comosus
Selama ini, pemanfaatan nanas terbatas pada daging buahnya saja, sementara kulit dan bonggolnya dibuang. Padahal, kulit dan bonggol nanas tersebut masih memiliki manfaat. Salah satu manfaat tersebut adalah kemampuannya untuk mempercepat proses fermentasi tempe.
Pemanfaatan bonggol nanas dalam fermentasi tempe dapat membantu untuk memecahkan masalah lamanya waktu proses fermentasi. Pemanfaatannya berprinsip pada kemampuan bonggol nanas untuk membuat suasana asam yang pas bagi pertumbuhan jamur tempe. Suasana asam atau pH yang pas bagi pertumbuhan jamur tempe sendiri berkisar antara 4 sampai 5.
Karena untuk mewujudkan suasana asam itu adalah saat perendaman, maka penggunaan kulit dan bonggol nanas juga pada tahap tersebut. Sebelum penggunaan, bonggol nanas terlebih dahulu diiris-iris kecil, ditambah air, kemudian diblender. Setiap 300 gram air ditambahkan ekstrak bonggol sebanyak 150 gram, atau perbandingannya adalah 2:1. Hasilnya setelah diukur pH untuk ekstrak adalah 4,2 bonggol. Perendaman kedelai dengan penambahan ekstrak bonggol nanas tersebut terbukti lebih mampu meningkatkan keasaman. Bila direndam dengan air biasa seperti yang dilakukan banyak pengrajin tempe sekarang, pH hanya turun hingga 6,5. Karena keasaman tersebut tidak pas dengan kondisi yang dibutuhkan jamur tempe, maka fermentasi pun berlangsung lama (Fajar,2007).
Fermentasi adalah perubahan kimia dalam makanan yang disebabkan oleh enzim (Buckle,1987). Menurut Volk dan Wheeler (1989), fermentasi didefinisikan sebagai perombakan anaerob karbohidrat yang menghasilkan pembentukan produk fermentasi yang stabil.
Faktor yang berpengaruh pada fermentasi adalah:
1.      pH(keasaman)
Mikroba tertentu dapat tumbuh pada kisaran pH yang sesuai untuk pertumbuhannya. Pada kondisi fermentasi yang optimal, metabolism jamur tempe akan meningkat sehingga proses fermentasi akan berlangsung lebih cepat dan kkualitas tempe yang dihasilkan juga lebih baik.
2.      Suhu
Suhu yang digunakan selama proses fermentasi akan mempengaruhi mikroba yang berperan dalam fermentasi
3.      Oksigen
Pengaturan udara akan berpengaruh pada populasi mikroba dalam substrat.
4.      Substrat
Mikroba memerlukan substrat yang mengandung kebutuhan untuk pertumbuhan (Desroiser,1988).

H. Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif eksploratif. Deskriptif disini mencoba memaparkan tentang upaya untuk mempercepat proses pembuatan tempe dengan penambahan ekstrak bonggol nanas serta memperlihatkan bagaimana kualitas produk hasilnya..
2.      Variabel Penelitian
a.       Variabel Bebas
Variable bebas adalah variable yang harganya divariasi. Yang termasuk variable bebas disini adalah penambahan ekstrak bonggol nanas.
b.      Variabel Tergantung
Variabel tergantung adalah variabel yang nilainya tergantung dari variabel bebas. Yang temasuk variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kualitas tempe yang telah ditambahkan ekstrak bonggol nanas dan kecepatan fermentasinya.
3.      Instrument Penelitian
a.       Alat
a) baskom
b) panci
c) dandang
d) tampah
e) cetakan loyang atau cetakan kayu
f) plastik atau daun
g) penghitung waktu (jam)
h) kamera
i) kompor
j) minyak tanah
k) blender
l) sendok/pengaduk
b.      Bahan
a) kedelai
b) bonggol nanas
c) ragi tempe
d) air
4.      Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 1 faktor perlakuan yaitu volume ekstrak bonggol nanas, dengan 3 perlakuan, 1 kali ulangan.